Senin, 04 April 2016

Apresiasi Puisi


Lampu Merah Penuh Keriuhan.

Di sore menjelang petang aku melepaskan lelahku. Aku  rebahkan tubuhku ini  dikasur yang empuk. Lalu kupejamkan kedua mata ku, ku  nikmati setiap detik, menit waktu yang berlalu dengan alunan musik pop. Ku terbawa akan alunan musik yang ku dengar. Putaran kipas angin yang sejuk bagai angin yang sepoi-sepoi membuatku terlena. disitu aku benar-benar merasa nyaman tampa beban.  setelah cukup melepaskan lelah ku. ku buka kedua mataku secara perlahan.  Masih dengan mata yang sayup-sayup ku tatap langit-langit kosong. Dan kemudian mata ku mulai menuju arah jendela melihat langit   sudah gelap dan bertaburan bintang. Dan kuraih ponsel  ku lihat  jam menunjukan pukul 20.00 wib.
Kian malam kian dingin angin yang menghampiriku. Ku pandanngi buku-buku yang tertatarapi  dan rasanya ada yang nganjal.  Dan ku sadari bahwa ada tugas menganalisi salah satu puisi karangan  pak Naka dalam bukunya yang berjudul perayaan laut yang belum aku buat. Segera  ku ambil  laptop dan membukanya. sembari menunggu ku ambil buku  yang  berjudul “ perayaan laut” untuk mengambil salah satu puisi untuk dikaji. . Tugas tersebut diberikan oleh pak Naka pada minggu lalu. Beliau memiliki nama lengkap Setia Naka Andrian yang   merupakan dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPGRIS yang mengampu  mata kuliah kajian puisi. banyak karya-karnya beliau yang dimuat di koran, seperti di koran suara merdeka salah satunya adalah  “ serat” bikin gairah  pada 11 febuari 2016.  Ada 76 judul puisi dalam buku beliau yang bertajubkan “ perayaan laut”.

Puisi karya sejati, dalam lingkungan sosial
Puisi sejatinya tercipta dari peristiwa yang telah  dialami seseorang baik secara langsung atau tidak dalam kehidupnya  yang mencangkup lingkungan sosial, agama, budaya, kebiasaan yang direkam dan kemudian dituangkan dalam media tulis dengan kata-kata yang indah.  Sama halnya dengan puisi-puisi yang diciptakan oleh pak Naka mungkin tercipta dari segelintir peristiwa yang telah beliau alami atau sedang beliau alami dalam kehidupan sehari-harinya dalam  lingkungan sosial. Dalam buku ini, pak Naka mencoba untuk menyampaikan sebuah pesan yang mudah dipahami oleh pembacaya lewat puisi. Salah satu  Contoh puisi  yang menarik buat aku jadikan bahan kajian puisi adalah puisi yang berjudul “ lampu merah” berikut puisinya

LAMPU MERAH 
karya : Setia Naka Andrian 

Kau tak tahu,
bagaimana lampu merah memperbudak dirimu
dengan keras
Bunyi klakson bersahutan begitu kencang
dan aroma keringat yang berhamburan di aspal
tak  membuatmu sabar
Bahwa di lampu merah,
Orang-orang memiliki kecemasan tungal
Di lampu merah mereka tak pernah bertatap sapa


Dalam puisi tersebut tergambarkan bahwa orang-orang patut terhadap lampu merah atau rambu-rambu lalu linta. Namun dalam keadaan tersebut orang-orang tidak memiliki kesabar untuk menunggu hal-hal yang kecil. Hal tersebut tergambar pada bait kedua  yang menyatakan bahwa mereka bersaut-sautan klakson dengan kencang. Jika diulas kembali selain mereka tidak memiliki kesabaran mereka juga dapat menggangu  orang lain karena kebisingan yang mereka ciptakan. Mereka sering terburu-buru dan memiliki kecemasan  hingga tak memikirkan keselamtannya sendiri. Mereka  bersikap egois dan acuh  terhadap satu  sama lain. Tidak saling bertegur sapa malah mereka terus menatap  lampu  merah dan mereka  terlihat tak sabar untuk melaju dengan kencang hingga tidak memperdulikan keadaan sekitar mereka.

puisiku

    
     Senyum  emak

Di pagi  yang cerah
Terdengar suara seruling yang  merdu
Menambah suasana dukuh semakin asri
Matahari pun mulai menampakan diri, sinari dukuh kramat
Para wanita memulai bekerja memetik melati
Suara seruling yang merdu
Juga mengiringi melati dan emak
Mereka bercengkramadalam kesunyian pagi hari
Menanti gajah yang tak kunjung pulang
Hati emak  hancur  seperti batu yang di pecah berkeping-keping
Namun melihat melati menari

Terlintas senyuman manis diwajah emak 


        Buruh

Memetik melati  pekerjan kami
Para wanita
Bekerja dari pagi hingga sore hari
Memetik melati
Para suami kami pemecah batu
Bekerja dari pagi hingga sore hari
Untuk mencari sesuap nasi
Beginilah nasib
Nasib para buruh
Buruh pemetik melati dan pemecah batu
Harus tunduk akan kekuasaan juragan
Yang kaya semakin jaya yang tak punya semakin nelangsa   

       Melati Ronggeng Keramat


Gadis berparas menawan di dukuh kramat
Tubuhnya molek bak bidadari
Seyummannya merekah bagai bunga yang mekar
Putri dari pasangan emak dan bapak gajah
Melati . . . . . .
Emak  dan pak gajah memangilnya
Ya. . . . .  melati namanya
Melati si penari ronggeng dukuh karamat
Jari-jemarinya lihai  memainkan selendang putihnya
Lemah gemulai gerak  tubuhnya
Bak  daun yang bergoyang  ditiup angin
Menyulap para penonton terkesima akan tari ronggengnya 


      Pulang kampung

Di senja yang kian meredup
Menapakkan kaki di dukuh keramat
Permisi, kulanyuwun ..... ada orang didalam. . .
Teriak gajah
Mereka mencari  kesana kemari
Namun tak kunjung jumpa
 Dikejahuan Emak berlari menuju ke gajah
Mendekapnya dengan erat
Wajah emak berseri-seri menatap gajah
Melepas kerinduan bak pasangan pemuda
Wajahnya tersirat kebahagiaan
 Kebahagian yang tiada tara


       Ditanah Rantau


Gajah   melangkahkan kakinya
Mengadu nasib di tanah jakarta
Dengan tekat  yang bulat
Megumpulkan pundi-pundi rejeki
Ditanah rantau
Gajah  terus melangkahkan kakinya
Siang dan malam   menentang hidup
Untuk menukar  nasib jadi  jutawan  
Gajah terlelap dan bermimpi menjadi orang kaya
Punya mobil,  uang banyak
Namun semua itu hanya mimpi
Indah ketika masih terjaga dalam tidurnya
Saat terbangun semuanya sirna  
Gajah tetap belum mendapatkan pekerjaan
Tergeletak  di depan emperan
Bak  gelandangan