Selasa, 26 Juli 2016

artikel perbedaan jawa dan bali



Perbedaan Ragam Budaya Bali dan Jawa
Ragam budaya Indonesia dua di antaranya adalah Bali dan Jawa. Kedua daerah tersebut memiliki budaya yang berbeda dan perbedaaan itu dijadikan identitas dari masing-masing daerah tersebut. Bali merupakan daerah yang memiliki budaya dan istiadat yang beragam yang dianut oleh masyarakanya. Mulai dari agama, politik, nama, bahasa, adat istiadat, sandang pangan papan yang begitu kental  kaitanya dengan upacara keagamaan. Begitu pula dengan Jawa. Jawa juga memiliki budaya yang beragam yang dianut oleh masyarakatnya.  Perbedaan yang ada antara Bali dan Jawa, yaitu dari segi agama, adat atau tradisi, bahasa, nama dan pakaian.
Masyarakat Bali masih kental dan terikat dengan norma-norma, baik agama maupun sosial yang  berlaku. Dari segi agama, mayoritas  masyarakat Bali menganut ajaran Hindu. Masyarakatnya mempunyai keyakinan bahwa ajaran Hindu merupakan Panca Chadra yang memiliki  arti lima keyakinan, yakni Widhi Cradha, Atma Cradha, Karma Pala Cradha, Punarbhawa dan Moksa Cradha. Tidak salah jika Bali disebut sebagai daerah yang berwarna karena hampir setiap hari masyarakat Bali melakukan upacara atau pemujaan di pura-pura yang telah dibangun di sebelah rumah mereka. Hampir setiap rumah masyarakat Bali memiliki pura atau tempat sembayang. Pura yang ada di setiap rumah masyarakat Bali pada umumnya menghadap ke arah timur. Masyarakat Bali juga meletakkan sesajen di depan rumah dan di tempat-tempat yang dianggap sakral. Pada saat pemujaan masyarakat Bali menyalakan kemenyan. Di Bali juga ada beberapa  patung dan pohon yang diberi kain poleng atau kain yang bermotif kotak-kotak dengan warna hitam dan putih. Patung dan pohon yang diberi kain tersebut dianggap sakral.Warna dari kain itu  sendiri memiliki arti, yaitu warna hitam bearti jahat atau kegelapan yang melanda, sedangkan warna putih, yaitu  berarti kebaikan atau kebajikan. Kain poleng merupakan kain yang memiliki dua sisi  yang tak bisa dipisahkan yaitu baik dan buruk.
Mayoritas masyarakat Jawa menganut ajaran Islam. Mereka menyakini bahwa tuhan itu hanya satu, yaitu Allah. Masyarakat Jawa sebelum melakukan ibadah  harus suci dari najis besar maupun kecil. Najis tersebut dapat disucikan dengan mandi besar  atau wudhu sesuai dengan najis yang ingin dibersihkan. Misalnya untuk orang yang setelah haid atau nifas mereka dapat mensucikan diri dengan mandi besar. Adapun untuk najis kecil seperti buang air kecil dan besar dapat disucikan dengan melakukan wudhu. Dalam sehari mereka menjalankan ibadah lima kali di waktu-waktu tertentu, yaitu dimulai dari subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya. Dalam menjalankan ibadah mereka mengenakan baju yang bersih dan wewangian. Sebagian besar masyarakat Jawa melaksanakan ibadah di masjid atau mushola dan ada pula yang menjalankan ibadah di rumah masing-masing. Setiap menjelang puasa di Jawa ada kegiatan bersih-bersih masjid dan mushola secara bergotong royong, selain itu ada  acara dekduran di kota-kota besar, seperti Semarang. Selain itu di saat hari-hari besar pula, seperti hari raya, mereka mengadakan selamatan sebagai rasa syukur yang telah diberikan oleh Allah.
Perbedaan dari segi tradisi, masyarakat Bali dengan masyarakat Jawa salah satunya dapat dilihat ketika ada seseorang yang meninggal dunia. Di Bali jika ada orang yang meninggal dunia diadakan acara Ngaben atau kremasi. Tradisi Ngaben ini merupakan pembakaran mayat yang ditujukan untuk mengsucikan roh orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan di Jawa ketika ada orang meninggal dunia  mayat  tersebut disucikan terlebih dahulu kemudian dikafani dan setelah itu disemayamkan. Selama tujuh hari keluarga yang ditinggalkan mengadakan pengajian dan mengunjungi pemakaman setiap harinya sesuai dengan waktu  mayat disemayamkan. Tradisi tersebut ditujukan untuk mendoakan orang yang meninggal agar diberi kelapangan kuburnya, diampuni dosa-dosanya dan ditempatkan disisi-Nya
 Dari segi bahasa, bahasa Bali dan Jawa sangat bertolak belakang. Ada berapa bahasa bali jika digunakan di jawa memiliki arti kasar dan jika digunakan di Bali memiliki arti  halus, misalnya kata kentir di Jawa kata tersebut diartikan ‘orang yang gila’. Namun kata kentir di Bali diartikan ‘ganteng’.  Kata mbak di Jawa kata tersebut diartikan ibu. Namun, berdeda dengan Bali  kata mbok  diartikan sebagai ‘kakak perempuan’. Kata  pipis  di Jawa kata tersebut diartikan ‘buang air kecil’. Berbeda dengan di Bali  kata pipis  diartikan ‘uang’. Sebaliknya juga ada bahasa Jawa jika digunakan di Bali mempunyai arti yang kasar dan di Jawa memiliki arti yang halus. Misalnya kata  cicing di Bali kata tersebut diartikan ‘anjing’. Namun, di Sunda kata cicing diartikan ‘diam’. Selain itu orang Bali juga setiap ada  bunyi [a] di ujarkan dengan [ə] misalnya kata pura dan kuta orang Bali akan mengucapkan kata tersebut dengan lafal [purə] dan [kutə] dan bunyi [t] di ujarkan [th] misalnya  kata tato dan sate  akan akan diucapkan  dengan lafal [thatho] dan [sathe].
Ada yang unik dalam penamaan orang Bali karena masyarakat Bali mayoritas memeluk ajaran Hindu yang masih menganut kasta. Bali terdiri atas empat kasta yaitu Kasta Brahmana. Brahmana merupakan kasta dari masyarakat yang mempunyai profesi yang bergerak di bidang agama seperti Pendeta. Keturunan mereka diberi nama Ida Bagus (laki-laki) dan Ida Ayu (perempuan). Ksatrya merupakan kasta dari masyarakat yang berprofesi sebagai abdi Negara/kerajaan. Keturunan dari mereka  diberi nama Anak Agung.Wesya merupakan kasta dari masyarakat yang berprofesi sebagai prajurit. Keturunan dari mereka diberi nama  Gusti Bagus (laki-laki) dan Gusti Ayu (perempuan). Sudra merupakan kasta yang terakhir di Bali, dimana kasta Sudra tidak mempunyai gelar, mereka hanya diberi nama menurut urutan kelahiran seperti  Wayan (anak pertama), Made (kedua), Nyoman (ketiga) dan Ketut (keempat). Jika ada yg mempunyai lebih dari empat orang anak namanya akan kembali lagi keurutan pertama (wayan), begitupun seterusnya. Pemeberian nama bisa ditambahkan oleh orang tua sesuai dengan nama pasaran hari anak lahir. Pemberian nama anak disebut dengan bulan pitudina. Pembeda antara anak perempuan dengan anak laki-laki, yaitu Ni dan I  yang di tambahkan di nama anak. Ni untuk anak perempuan dan I untuk anak laki-laki.  Bali merupakan daerah yang menentang program KB dua anak cukup dan mengantinya sebagai KB Lestari karena orang Bali memiliki empat urutan nama. Anak laki-laki di Bali kedudukanya lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Berbeda dengan penamaan orang Jawa. Masyarakat  Jawa biasa memberi nama anaknya dengan  mengambil nama-nama di Al-Quran atau nama-nama Nabi. Pemberian nama  biasanya dilakukan setelah tali pusar bayi lepas dari pusarnya. Kemudian  ditandai dengan pemotongan rambut atau akikah dengan menyembelih dua ekor kambing   untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan bagi yang mampu. Tujuannya adalah untuk mendoakan anak tersebut menjadi anak yang saleh dan salihah.
Bali dan Jawa  merupakan daerah yang memiliki  ragam budaya.  Diantara kedua daerah tersebut terdapat perbedaan yang sangat kentara baik dari segi agama, tradisi, bahasa, dan nama yang bertolak belakang. Misalnya, dari segi bahasa, masyarakat Bali setiap ada bunyi [a] akan diujarkan dengan [ə] dan bunyi [t] akan diujarkan dengan [th]. Dalam pemberian nama anak, masyarakat Bali masih mengnut sistem kasta sehingga nama orang Bali dapat dengan mudah dikenali. Sedangkan pemberian nama pada masyarakat Jawa tidak terikat oleh kasta  melainkan mengambil nama-nama yang ada di dalam Al-Quran.

puisi tugas akhir kajian puisi




 RAMADHAN 

Bulan nan indah bulan suci ramadhan
Bulan penuh rahmat dan hidayah
Kala fajar dan petang tiba
Lantunan ayat suci bergema sejukan jiwa

Dalam hati nan suci doa-doa  terucap
Mengharap pengampunan sang pecipta
Segala perbuatan baik di gandakan 
segala insan berlomba-lomba dalam kenbajikan 

air mukanya jadi bersinar
kala bedug magrib berkumandang
haus dahaga telah luntur 
bak lunturkan dosa dalam jiwa


Senin, 04 April 2016

Apresiasi Puisi


Lampu Merah Penuh Keriuhan.

Di sore menjelang petang aku melepaskan lelahku. Aku  rebahkan tubuhku ini  dikasur yang empuk. Lalu kupejamkan kedua mata ku, ku  nikmati setiap detik, menit waktu yang berlalu dengan alunan musik pop. Ku terbawa akan alunan musik yang ku dengar. Putaran kipas angin yang sejuk bagai angin yang sepoi-sepoi membuatku terlena. disitu aku benar-benar merasa nyaman tampa beban.  setelah cukup melepaskan lelah ku. ku buka kedua mataku secara perlahan.  Masih dengan mata yang sayup-sayup ku tatap langit-langit kosong. Dan kemudian mata ku mulai menuju arah jendela melihat langit   sudah gelap dan bertaburan bintang. Dan kuraih ponsel  ku lihat  jam menunjukan pukul 20.00 wib.
Kian malam kian dingin angin yang menghampiriku. Ku pandanngi buku-buku yang tertatarapi  dan rasanya ada yang nganjal.  Dan ku sadari bahwa ada tugas menganalisi salah satu puisi karangan  pak Naka dalam bukunya yang berjudul perayaan laut yang belum aku buat. Segera  ku ambil  laptop dan membukanya. sembari menunggu ku ambil buku  yang  berjudul “ perayaan laut” untuk mengambil salah satu puisi untuk dikaji. . Tugas tersebut diberikan oleh pak Naka pada minggu lalu. Beliau memiliki nama lengkap Setia Naka Andrian yang   merupakan dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPGRIS yang mengampu  mata kuliah kajian puisi. banyak karya-karnya beliau yang dimuat di koran, seperti di koran suara merdeka salah satunya adalah  “ serat” bikin gairah  pada 11 febuari 2016.  Ada 76 judul puisi dalam buku beliau yang bertajubkan “ perayaan laut”.

Puisi karya sejati, dalam lingkungan sosial
Puisi sejatinya tercipta dari peristiwa yang telah  dialami seseorang baik secara langsung atau tidak dalam kehidupnya  yang mencangkup lingkungan sosial, agama, budaya, kebiasaan yang direkam dan kemudian dituangkan dalam media tulis dengan kata-kata yang indah.  Sama halnya dengan puisi-puisi yang diciptakan oleh pak Naka mungkin tercipta dari segelintir peristiwa yang telah beliau alami atau sedang beliau alami dalam kehidupan sehari-harinya dalam  lingkungan sosial. Dalam buku ini, pak Naka mencoba untuk menyampaikan sebuah pesan yang mudah dipahami oleh pembacaya lewat puisi. Salah satu  Contoh puisi  yang menarik buat aku jadikan bahan kajian puisi adalah puisi yang berjudul “ lampu merah” berikut puisinya

LAMPU MERAH 
karya : Setia Naka Andrian 

Kau tak tahu,
bagaimana lampu merah memperbudak dirimu
dengan keras
Bunyi klakson bersahutan begitu kencang
dan aroma keringat yang berhamburan di aspal
tak  membuatmu sabar
Bahwa di lampu merah,
Orang-orang memiliki kecemasan tungal
Di lampu merah mereka tak pernah bertatap sapa


Dalam puisi tersebut tergambarkan bahwa orang-orang patut terhadap lampu merah atau rambu-rambu lalu linta. Namun dalam keadaan tersebut orang-orang tidak memiliki kesabar untuk menunggu hal-hal yang kecil. Hal tersebut tergambar pada bait kedua  yang menyatakan bahwa mereka bersaut-sautan klakson dengan kencang. Jika diulas kembali selain mereka tidak memiliki kesabaran mereka juga dapat menggangu  orang lain karena kebisingan yang mereka ciptakan. Mereka sering terburu-buru dan memiliki kecemasan  hingga tak memikirkan keselamtannya sendiri. Mereka  bersikap egois dan acuh  terhadap satu  sama lain. Tidak saling bertegur sapa malah mereka terus menatap  lampu  merah dan mereka  terlihat tak sabar untuk melaju dengan kencang hingga tidak memperdulikan keadaan sekitar mereka.

puisiku

    
     Senyum  emak

Di pagi  yang cerah
Terdengar suara seruling yang  merdu
Menambah suasana dukuh semakin asri
Matahari pun mulai menampakan diri, sinari dukuh kramat
Para wanita memulai bekerja memetik melati
Suara seruling yang merdu
Juga mengiringi melati dan emak
Mereka bercengkramadalam kesunyian pagi hari
Menanti gajah yang tak kunjung pulang
Hati emak  hancur  seperti batu yang di pecah berkeping-keping
Namun melihat melati menari

Terlintas senyuman manis diwajah emak 


        Buruh

Memetik melati  pekerjan kami
Para wanita
Bekerja dari pagi hingga sore hari
Memetik melati
Para suami kami pemecah batu
Bekerja dari pagi hingga sore hari
Untuk mencari sesuap nasi
Beginilah nasib
Nasib para buruh
Buruh pemetik melati dan pemecah batu
Harus tunduk akan kekuasaan juragan
Yang kaya semakin jaya yang tak punya semakin nelangsa   

       Melati Ronggeng Keramat


Gadis berparas menawan di dukuh kramat
Tubuhnya molek bak bidadari
Seyummannya merekah bagai bunga yang mekar
Putri dari pasangan emak dan bapak gajah
Melati . . . . . .
Emak  dan pak gajah memangilnya
Ya. . . . .  melati namanya
Melati si penari ronggeng dukuh karamat
Jari-jemarinya lihai  memainkan selendang putihnya
Lemah gemulai gerak  tubuhnya
Bak  daun yang bergoyang  ditiup angin
Menyulap para penonton terkesima akan tari ronggengnya 


      Pulang kampung

Di senja yang kian meredup
Menapakkan kaki di dukuh keramat
Permisi, kulanyuwun ..... ada orang didalam. . .
Teriak gajah
Mereka mencari  kesana kemari
Namun tak kunjung jumpa
 Dikejahuan Emak berlari menuju ke gajah
Mendekapnya dengan erat
Wajah emak berseri-seri menatap gajah
Melepas kerinduan bak pasangan pemuda
Wajahnya tersirat kebahagiaan
 Kebahagian yang tiada tara