Perbedaan Ragam Budaya Bali dan
Jawa
Ragam
budaya Indonesia dua di antaranya adalah Bali dan Jawa. Kedua daerah tersebut memiliki
budaya yang berbeda dan perbedaaan itu dijadikan identitas dari masing-masing
daerah tersebut. Bali merupakan daerah yang memiliki budaya dan istiadat yang
beragam yang dianut oleh masyarakanya. Mulai dari agama, politik, nama, bahasa,
adat istiadat, sandang pangan papan yang begitu kental kaitanya dengan upacara keagamaan. Begitu
pula dengan Jawa. Jawa juga memiliki budaya yang beragam yang dianut oleh
masyarakatnya. Perbedaan yang ada antara
Bali dan Jawa, yaitu dari segi agama, adat atau tradisi, bahasa, nama dan pakaian.
Masyarakat Bali masih kental dan terikat dengan norma-norma,
baik agama maupun sosial yang berlaku.
Dari segi agama, mayoritas masyarakat
Bali menganut ajaran Hindu. Masyarakatnya mempunyai keyakinan bahwa ajaran Hindu
merupakan Panca Chadra yang
memiliki arti lima keyakinan, yakni Widhi Cradha, Atma Cradha, Karma Pala
Cradha, Punarbhawa dan Moksa Cradha.
Tidak salah jika Bali disebut sebagai daerah yang berwarna karena hampir setiap
hari masyarakat Bali melakukan upacara atau pemujaan di pura-pura yang telah dibangun
di sebelah rumah mereka. Hampir setiap rumah masyarakat Bali memiliki pura atau
tempat sembayang. Pura yang ada di setiap rumah masyarakat Bali pada umumnya
menghadap ke arah timur. Masyarakat Bali juga meletakkan sesajen di depan rumah
dan di tempat-tempat yang dianggap sakral. Pada saat pemujaan masyarakat Bali
menyalakan kemenyan. Di Bali juga ada beberapa patung dan pohon yang diberi kain poleng atau
kain yang bermotif kotak-kotak dengan warna hitam dan putih. Patung dan pohon yang
diberi kain tersebut dianggap sakral.Warna dari kain itu sendiri memiliki arti, yaitu warna hitam
bearti jahat atau kegelapan yang melanda, sedangkan warna putih, yaitu berarti kebaikan atau kebajikan. Kain poleng
merupakan kain yang memiliki dua sisi
yang tak bisa dipisahkan yaitu baik dan buruk.
Mayoritas masyarakat Jawa menganut ajaran Islam. Mereka
menyakini bahwa tuhan itu hanya satu, yaitu Allah. Masyarakat Jawa sebelum
melakukan ibadah harus suci dari najis
besar maupun kecil. Najis tersebut dapat disucikan dengan mandi besar atau wudhu sesuai dengan najis yang ingin dibersihkan.
Misalnya untuk orang yang setelah haid atau nifas mereka dapat mensucikan diri
dengan mandi besar. Adapun untuk najis kecil seperti buang air kecil dan besar dapat
disucikan dengan melakukan wudhu. Dalam sehari mereka menjalankan ibadah lima
kali di waktu-waktu tertentu, yaitu dimulai dari subuh, zuhur, asar, magrib,
dan isya. Dalam menjalankan ibadah mereka mengenakan baju yang bersih dan wewangian.
Sebagian besar masyarakat Jawa melaksanakan ibadah di masjid atau mushola dan ada
pula yang menjalankan ibadah di rumah masing-masing. Setiap menjelang puasa di Jawa
ada kegiatan bersih-bersih masjid dan mushola secara bergotong royong, selain
itu ada acara dekduran di kota-kota
besar, seperti Semarang. Selain itu di saat hari-hari besar pula, seperti hari
raya, mereka mengadakan selamatan sebagai rasa syukur yang telah diberikan oleh
Allah.
Perbedaan dari segi tradisi, masyarakat Bali dengan
masyarakat Jawa salah satunya dapat dilihat ketika ada seseorang yang meninggal
dunia. Di Bali jika ada orang yang meninggal dunia diadakan acara Ngaben atau kremasi. Tradisi Ngaben ini merupakan pembakaran mayat yang
ditujukan untuk mengsucikan roh orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan di
Jawa ketika ada orang meninggal dunia
mayat tersebut disucikan terlebih
dahulu kemudian dikafani dan setelah itu disemayamkan. Selama tujuh hari
keluarga yang ditinggalkan mengadakan pengajian dan mengunjungi pemakaman
setiap harinya sesuai dengan waktu mayat
disemayamkan. Tradisi tersebut ditujukan untuk mendoakan orang yang meninggal agar
diberi kelapangan kuburnya, diampuni dosa-dosanya dan ditempatkan disisi-Nya
Dari segi bahasa,
bahasa Bali dan Jawa sangat bertolak belakang. Ada berapa bahasa bali jika
digunakan di jawa memiliki arti kasar dan jika digunakan di Bali memiliki
arti halus, misalnya kata kentir di Jawa kata tersebut diartikan ‘orang
yang gila’. Namun kata kentir di Bali
diartikan ‘ganteng’. Kata mbak di Jawa kata tersebut diartikan
ibu. Namun, berdeda dengan Bali kata mbok diartikan sebagai ‘kakak perempuan’. Kata pipis di Jawa kata tersebut diartikan ‘buang air
kecil’. Berbeda dengan di Bali kata pipis diartikan ‘uang’. Sebaliknya juga ada bahasa Jawa
jika digunakan di Bali mempunyai arti yang kasar dan di Jawa memiliki arti yang
halus. Misalnya kata cicing di Bali kata tersebut diartikan ‘anjing’.
Namun, di Sunda kata cicing diartikan
‘diam’. Selain itu orang Bali juga setiap ada
bunyi [a] di ujarkan dengan [ə] misalnya kata pura dan kuta orang Bali
akan mengucapkan kata tersebut dengan lafal [purə] dan [kutə] dan bunyi [t] di
ujarkan [th] misalnya kata tato dan
sate akan akan diucapkan dengan lafal [thatho] dan [sathe].
Ada
yang unik dalam penamaan orang Bali karena masyarakat Bali mayoritas memeluk
ajaran Hindu yang masih menganut kasta. Bali terdiri atas empat kasta yaitu Kasta Brahmana. Brahmana merupakan kasta dari masyarakat yang mempunyai
profesi yang bergerak di bidang agama seperti Pendeta. Keturunan mereka diberi nama
Ida Bagus (laki-laki) dan Ida Ayu (perempuan). Ksatrya merupakan kasta dari
masyarakat yang berprofesi sebagai abdi Negara/kerajaan. Keturunan dari mereka diberi nama Anak Agung.Wesya merupakan kasta
dari masyarakat yang berprofesi sebagai prajurit. Keturunan dari mereka diberi
nama Gusti Bagus (laki-laki) dan Gusti
Ayu (perempuan). Sudra merupakan kasta yang terakhir di Bali, dimana kasta
Sudra tidak mempunyai gelar, mereka hanya diberi nama menurut urutan kelahiran
seperti Wayan (anak pertama), Made (kedua), Nyoman (ketiga)
dan Ketut (keempat). Jika ada yg
mempunyai lebih dari empat orang anak namanya akan kembali lagi keurutan
pertama (wayan), begitupun seterusnya. Pemeberian nama bisa ditambahkan oleh
orang tua sesuai dengan nama pasaran hari anak lahir. Pemberian nama anak disebut
dengan bulan pitudina. Pembeda antara
anak perempuan dengan anak laki-laki, yaitu Ni dan I yang di tambahkan di nama anak. Ni untuk anak
perempuan dan I untuk anak laki-laki. Bali
merupakan daerah yang menentang program KB dua anak cukup dan mengantinya sebagai
KB Lestari karena orang Bali memiliki empat urutan nama. Anak laki-laki di Bali
kedudukanya lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Berbeda dengan
penamaan orang Jawa. Masyarakat Jawa
biasa memberi nama anaknya dengan
mengambil nama-nama di Al-Quran atau nama-nama Nabi. Pemberian nama biasanya dilakukan setelah tali pusar bayi
lepas dari pusarnya. Kemudian ditandai
dengan pemotongan rambut atau akikah dengan menyembelih dua ekor kambing untuk
anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan bagi yang mampu. Tujuannya
adalah untuk mendoakan anak tersebut menjadi anak yang saleh dan salihah.
Bali dan Jawa merupakan daerah yang
memiliki ragam budaya. Diantara kedua daerah tersebut terdapat
perbedaan yang sangat kentara baik dari segi agama, tradisi, bahasa, dan nama
yang bertolak belakang. Misalnya, dari segi bahasa, masyarakat Bali setiap ada
bunyi [a] akan diujarkan dengan [ə] dan bunyi [t] akan diujarkan dengan [th].
Dalam pemberian nama anak, masyarakat Bali masih mengnut sistem kasta sehingga
nama orang Bali dapat dengan mudah dikenali. Sedangkan pemberian nama pada
masyarakat Jawa tidak terikat oleh kasta
melainkan mengambil nama-nama yang ada di dalam Al-Quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar